Gelar Kuliah Perdana, PPKn UMM Hadirkan Komisioner Bawaslu dan KPU Kota Malang

Minggu, 01 Oktober 2023 19:44 WIB   Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Potret kebersamaan ketiga pemateri, Kaprodi PPKn UMM, dan moderator bersama peserta Kuliah Perdana

Malang- Jumat, 29 September 2023 Program Studi PPKn FKIP UMM, mengadakan Kuliah Perdana dengan menghadirkan Komisioner Bawaslu, Komisioner KPU Kota Malang, dan Dekan FKIP UMM sebagai pemateri di Aula GKB 4 Lantai 4 UMM. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan kewargaan mahasiswa PPKn UMM dalam menyongsong pemilu tahun 2024 mendatang. Kegiatan Kuliah Perdana ini mengusung tema “Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 Tentang Kampanye di Lembaga Pendidikan; Merebut Suara di Kampus Untuk Pemilu 2024”. Kegiatan dibuka oleh Ketua Program Studi PPKn UMM yaitu Drs. M. Mansur, M.H, dengan dipandu oleh Arif Prasetyo Wibowo, M.Pd.,M.I.Pol Dosen Program Studi PPKn UMM sebagai moderator.

Pemaparan materi diawali oleh Komisioner KPU Kota Malang, Bapak Nur Zaini atau akrab dikenal dengan Zain. Secara umum Zain memaparkan tentang Sejarah dan Profil KPU RI dan Peran KPU RI sejak putusan MK NO.65 PUU-XXI/2023.

“Berdasarkan UU Pemilu, lembaga pelaksana pemilu RI ada 3 yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP. Semua tahapan kegiatan pemilu tertera dalam PKPU sebagai payung hukum pelaksanaan yang diawasi oleh Bawaslu” ungkap Zain mengawali pemaparannya.

Zain lebih banyak menjelaskan tentang data pemilih yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan pemilu mendatang yang penting diketahui oleh mahasiswa. Dan beliau menjelaskan tentang kegiatan KPU untuk kepentingan data pemilih yang terus diperbarui.

“Untuk kepentingan data pemilih, setiap triwulan sekali KPU mengundang stakeholder terakit yang mempunyai sumber data dan mengundang bawaslu untuk memberikan laporan kegiatan KPU selama 3 bulan. Jadi bulan pertama dan kedua akan komunikasi dengan ducapil untuk mengetahui berapa jumlah penduduk yang masuk dan pindah keluar. Data diupdate setiap bulan lalu nantinya ada penambahan sendiri yang disebut dengan lokasi khusus (loksus). Kategori loksus adalah yang mengharuskan adanya TPS saat hari pemungutan suara, namun terdapat anggota di lokasi tersebut yang pergerakannya tidak bebas. Diantaranya Ponpes, lapas, dan lokasi bencana alam” jelas Zain dalam pemaparannya.

Pemaparan materi selanjutnya oleh komisioner Bawaslu Kota Malang, Hamdan.

Hamdan meminta mahasiswa untuk dapat memilih pemimpin yang setidaknya kepentingan mahasiswa diakomoddir dengan baik kedepannya.

“saat memilih nanti selain memilih karena sesuai dengan hati nurani, pilihlah yang minimal kepentingan kalian diakomodir diantaranya sistem pendidikan dan kurikulum. Karena yang kita pilih nantinya akan memimpin 5 tahun dan bisa jadi memimpin kembali di periode berikutnya” ujar  Hamdan membuka pemaparannya.

Hamdan menanggapi Putusan MK yang dibicarakan dengan baik dan berharap itu dapat ditindaklanjuti dalam pelaksanaannya oleh para calon.

“MK Nomor 65 ini sangat baik dan harus di follow up oleh para calon dengan tetap dalam catatan yaitu diizinkan oleh MK, diizinkan oleh penyelenggara, dan tanpa atribut jadi murni hanya penyampaian gagasan saja. Dalam pelaksanaan pengawasan ini, peran masyarakat sangat dibutuhkan” pungkas Hamdan.

Pemaparan materi ketiga oleh Dekan FKIP UMM, Tri yang sebagian besar memaparkan tentang putusan MK yang dibicarakan dalam perspektif Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

“kita berharap mahasiswa tidak hanya sebatas mengikuti Pemira dan mata kuliah pendidikan politik saja, namun kegiatan seperti ini menjadi diperlukan karena mahasiswa betul-betul memiliki pemahaman yang baik tentang pemilihan umum” ujar Tri mengawali pembicaraannya.

Tri menjelaskan pentingnya pendidikan politik terutama dalam menongsong pemmilu kedepan adalah dikarenakan tujuan utama pendidikan politik yaitu membangun masyarakat yang cerdas berpolitik

“indikasi cerdas berpolitik adalah mengetahui secara baik hak dan kewajiban dalam menyalurkan aspirasi publik. Masyarakat yang cerdas dalam berpolitik sebagai pemenuhan syarat demokrasi yang baik” sambung Tri.

“Kampanye sebagai hak kebebasan berpendapat jika secara substansif tidak adanya pelanggaran dalam pelaksanaannya di tempat pendidikan. Maka dihubungkan dengan pendidikan politik, maka putusan-putusan ini memberikan ruang yang luas bagi mahasiswa Indonesia untuk melek politik” pungkas Tri.

Kuliah Perdana ditutup dengan dijawabnya tiga pertanyaan dari dua mahasiswa UMMAT yaitu Akhdan dan Sumiati, serta satu mahasiswa dari UMM yaitu Gilang. Sesi tanya jawab terlihat sangat menarik karena antusiasme mahasiswa lain yang juga ingin mengajukan pertanyaan.

Shared: