Kamis (2/6). Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menggelar Webinar "RUU HIP: Pelemahan Ideologi Pancasila?" pada hari kamis 2 juli 2020 melalui zoom meeting dan juga streaming youtube. Acara dibuka oleh MC, Fida Pangesti, tepat pukul 10.00 wib. Sebanyak 2500 peserta menyimak pemaparan materi dari Yudi Latif, Ph.D., Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed, dan Dr. Nurul Zuriah, M.Si dengan penuh antusias. Hal ini terlihat dari banyaknya respon positif yang diberikan oleh peserta dan juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan baik melalui room chat zoom dan live chat youtube.
Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes selaku moderator memberikan kesempatan pertama kepada Yudi Latif, Ph.D dari aliansi kebangsaan untuk menyampaikan materinya. Yudi menyatakan Pancasila sebagai ideologi negara tidak boleh dipolitisasi karena Pancasila bersifat fundamental. "Pelajaran terpenting yang dapat diambil dari RUU HIP ini memberikan kita kesadaran bahwasanya ada sesuatu yang tidak boleh dipolitisasi dalam kehidupan politik di Indonesia. Apalagi yang bersifat fundamental dalam keberlagsungan kehidupan suatu bangsa, seperti Pancasila", ujarnya.
Sejalan dengan Yudi Latif, pemateri kedua Abdul Mu'ti dari PP Muhammadiyah juga menegaskan bahwa RUU HIP dinilai tidak diperlukan dan jika dikaji dari segi metodologis-filosofis sangat lemah sehingga tidak perlu dilanjutkan lagi pembahasannya.
Pemateri ketiga, Dr. Nurul Zuriah, M.Si dosen Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan - Universitas Muhammadiyah Malang memperkuat kedua pernyataan dari dua tokoh tersebut dengan mengkaji dari segi akademik. Nurul menilai pasal-pasal dalam RUU HIP tidak koheren yang bisa berdampak memberikan peluang terjadinya intervensi kekuasaan.
"RUU HIP bermaksud menggeser 'Ketuhanan Yang Maha Esa' dengan paham materialisme. RUU HIP bermaksud untuk mendukung Pancasila setara dengan negara. RUU HIP akan menjadi sumber konflik karena pasal-pasalnya tidak koheren dan memberi peluang terjadinya intervensi kekuasaan terhadap Pancasila", jelasnya.